Dari sekian tantangan bunda sayang, menurut saya, ini yang "rada-rada" menantang. Ingatan saya melayang ketika putri pertama saya dibacakan dongeng/fabel binatang. Usianya waktu itu antara 3-4 tahun.
"Ibu, apakah ibu bohong?"
"Loh, kenapa?"
"Binatang kan ga' bisa ngomong dengan bahasa manusia.." atau "Kucing itu mengeong.." atau "Ibu, hewan ini ga temenan sama hewan ini.." atau "Itu beneran ada?" dan lainnya..
(whew.. Ibunya langsung menciut. Dalam hati mengiyakan. Teteh memang suka baca ensiklopedia, khususnya binatang. Mungkin membaca dan melakukan pengamatan langsung membuat struktur berpikirnya agak kritis ketika tidak sesuai dengan pengamatan. Jadi, terhadap binatang/hewan, teteh lebih senang jika dibahas bagaimana binatang ini begini dan begitu, makanannya apa, tinggal dimana, karakteristiknya bagaimana. Yup, intinya teteh lebih membahas fakta alam ketimbang "dongeng". Bahkan, ketika adiknya ngobrol imajiner dengan kucing yang lewat, dia berkomentar, "Dek, kucing tuh ga bisa jawab bahasa manusia.. Mendingan ga usah ngobrol sama kucing.." (whewww.. :P)
Sejak itu, jujur, untuk putri pertama saya, saya tidak mendongeng/fabel lagi tapi berkisah dengan sirah, kisah sahabat, shabiyah, salafush shalih terdahulu. Sejauh ini, saya lihat untuk teteh lebih efektif dalam menanamkan value dan juga memupuk fitrah keimanan, insyaAllah.. Dan, saya lihat ke sininya adek juga mulai demikian.. Semoga Allah mengistiqomahkan.. aamiin
Meski tantangan ini terasa "wow", sebagai ibu, saya menikmatinya. Menyikapi keadaan atau merespon situasi dengan "berkisah" untuk menguatkan nilai/karakter anak itu ya butuh ilmu, kejelian, kepekaan terhadap anak juga. Bukan anak saja yang mengambil value, tapi saya (orang tuanya) juga belajar akan value tersebut dan berusaha memberikan keteladanan. Jadi, saya mesti senantiasa meng-upgrade diri menjadi ibu pembelajar sejati. Pe-er luar biasa. MasyaaAllah..
Terima kasih, IIP.. Semoga dengan tantangan-tantangan ini, membentuk saya menjadi ibu yang lebih baik lagi.. aamiin
#aliranrasa
#level10
#bundasayang
"Ibu, apakah ibu bohong?"
"Loh, kenapa?"
"Binatang kan ga' bisa ngomong dengan bahasa manusia.." atau "Kucing itu mengeong.." atau "Ibu, hewan ini ga temenan sama hewan ini.." atau "Itu beneran ada?" dan lainnya..
(whew.. Ibunya langsung menciut. Dalam hati mengiyakan. Teteh memang suka baca ensiklopedia, khususnya binatang. Mungkin membaca dan melakukan pengamatan langsung membuat struktur berpikirnya agak kritis ketika tidak sesuai dengan pengamatan. Jadi, terhadap binatang/hewan, teteh lebih senang jika dibahas bagaimana binatang ini begini dan begitu, makanannya apa, tinggal dimana, karakteristiknya bagaimana. Yup, intinya teteh lebih membahas fakta alam ketimbang "dongeng". Bahkan, ketika adiknya ngobrol imajiner dengan kucing yang lewat, dia berkomentar, "Dek, kucing tuh ga bisa jawab bahasa manusia.. Mendingan ga usah ngobrol sama kucing.." (whewww.. :P)
Sejak itu, jujur, untuk putri pertama saya, saya tidak mendongeng/fabel lagi tapi berkisah dengan sirah, kisah sahabat, shabiyah, salafush shalih terdahulu. Sejauh ini, saya lihat untuk teteh lebih efektif dalam menanamkan value dan juga memupuk fitrah keimanan, insyaAllah.. Dan, saya lihat ke sininya adek juga mulai demikian.. Semoga Allah mengistiqomahkan.. aamiin
Meski tantangan ini terasa "wow", sebagai ibu, saya menikmatinya. Menyikapi keadaan atau merespon situasi dengan "berkisah" untuk menguatkan nilai/karakter anak itu ya butuh ilmu, kejelian, kepekaan terhadap anak juga. Bukan anak saja yang mengambil value, tapi saya (orang tuanya) juga belajar akan value tersebut dan berusaha memberikan keteladanan. Jadi, saya mesti senantiasa meng-upgrade diri menjadi ibu pembelajar sejati. Pe-er luar biasa. MasyaaAllah..
Terima kasih, IIP.. Semoga dengan tantangan-tantangan ini, membentuk saya menjadi ibu yang lebih baik lagi.. aamiin
#aliranrasa
#level10
#bundasayang
Komentar
Posting Komentar