Mentorship: Check In
Pada tahap ini, kami diminta mengevaluasi "proses mentorship" secara sadar, terbuka, jujur. Outputnya tentunya lanjut atau menemukan 'opsi lain'. Dari panduan yang diarahkan bu septi, saya pun membuat poin sebagai berikut.
Kenyamanan:
Alhamdulillah nyaman bangets 😍😍😍 Mulanya mengira bakal horor dikejar dateline tugas, tapi alhamdulillah bisa mengalir (tentunya menyesuaikan ritme kondisi bocah). Komunikasi dan respon/feedback alhamdulillah lancar dan prefer dengan platform chat wa karena ramah balita 🙈
Prioritas:
insyaAllah mentorship sejauh ini tetap prioritas setelah clien "anak-suami" terkondisikan 🙈 Alhamdulillah, bersyukur ketemu sosok mentor yang sabar, baik hati dalam memberikan input masukan dan tanggapan atas curcol mentee-nya
Tindak lanjut:
InsyaAllah melanjutkan program mentorships yang direncanakan di pertemuan sebelumnya.
*Proses: Perkembangan Saya pekan lalu
Tantangan saya adalah belum istiqomah dalam zero waste dan pilah sampah. Saya masih bingung kalau mendapat kiriman makanan dengan bungkus kertas nasi, sytrofoam, plastik sayur,daging, ikan (soalnya di tukang sayur ini masih per paket), serta plastik belanja online 😬 Adapun yang sudah berhasil diamankan plastik bekas detergent, sabun, pouch, kopi, snack, dll. Saran dari mentor sebelumnya bisa disetorkan sesuai jadwal basiba Kota Bogor, namun belum dilakukan karena memang belum banyak.
Untuk berkebun, masih melanjutkan pemeliharaan semoga bisa berhasil sampai panen. So far, anak-anak berpartisipasi dalam menyiram dan mengamati untuk tadabbur. Oia, ada juga kabar dukanya: qodarullahu pare muda yang mulai tumbuh mati kepanasan. Bocah dan emak jd dapat pengalaman baru bahwa pare balita tidak ditaruh di tempat yg panas. Selain praktek berkebun, kami juga membaca buku terkait dengan sub judul taman dalam islam. MasyaaAllah,.bagus. Banyak insight yang baru diketahui.
*Pemahaman baru: insight dari mentor
Dari sesi sharing dengan mba mentor, saya jadi mendapat "pencerahan" terkait sumberdaya.
1. Idealnya memang "menuju sustainable living" merupakan misi keluarga sehingga punya partner untuk berkolaborasi. Namun, ketika belum 'ideal' dan belum punya partner ya lakukan sebisanya saja.
2. Sampah anorganik yang dipilah (untuk disetor ke basiba sesuai jadwal) sebaiknya ditempatkan di tempat yang aman. Sampah plastik bisa diolah menjadi ecobrick maupun pavin block. Ada komunitas yang mengolah ini, mungkin bisa jadi alternatif dikirim ke sana. Untuk sampah organik bisa diolah dengan menggunakan biopori dan komposter. Terkait saran ini, saya masih mencoba mempelajari karena memang harus diskusi sama suami. Selama ini, untuk sisa makanan "daging" minta bantuan si meong (kucing jalanan) yang suka lewat rumah. Sisa selain daging (kerak nasi/ campur potongan sayur sisa masak) biasanya diberikan ke markas unggas punya tetangga (ayam, bebek).
3. Menuju sustainable living dan zero waste memang sebaiknya bertahap, realistis dan nggak ngoyo.
4. Setiap orang punya tantangan masing-masing. Dalam melewati ini, "jangan banyak alasan". Orang lain bisa, insyaAllah kita bisa. Mba sinta kemarin cerita tentang effort temannya yang sekarang jadi pembicara dan praktisi zero waste. Saya pun jadi ikut kepoin mba @weddewi. Ahh, iya juga sih, success story merupakan salah satu cara efektif untuk meningkatkan semangat. Berkomunitas dan berjejaring dengan orang yang se-misi itu jadi mood booster juga ya. So, semangatttt!!!!
Alhamdulillah, jazaakillah khoyr mba mentor!
Pada tahap ini, kami diminta mengevaluasi "proses mentorship" secara sadar, terbuka, jujur. Outputnya tentunya lanjut atau menemukan 'opsi lain'. Dari panduan yang diarahkan bu septi, saya pun membuat poin sebagai berikut.
Kenyamanan:
Alhamdulillah nyaman bangets 😍😍😍 Mulanya mengira bakal horor dikejar dateline tugas, tapi alhamdulillah bisa mengalir (tentunya menyesuaikan ritme kondisi bocah). Komunikasi dan respon/feedback alhamdulillah lancar dan prefer dengan platform chat wa karena ramah balita 🙈
Prioritas:
insyaAllah mentorship sejauh ini tetap prioritas setelah clien "anak-suami" terkondisikan 🙈 Alhamdulillah, bersyukur ketemu sosok mentor yang sabar, baik hati dalam memberikan input masukan dan tanggapan atas curcol mentee-nya
Tindak lanjut:
InsyaAllah melanjutkan program mentorships yang direncanakan di pertemuan sebelumnya.
*Proses: Perkembangan Saya pekan lalu
Tantangan saya adalah belum istiqomah dalam zero waste dan pilah sampah. Saya masih bingung kalau mendapat kiriman makanan dengan bungkus kertas nasi, sytrofoam, plastik sayur,daging, ikan (soalnya di tukang sayur ini masih per paket), serta plastik belanja online 😬 Adapun yang sudah berhasil diamankan plastik bekas detergent, sabun, pouch, kopi, snack, dll. Saran dari mentor sebelumnya bisa disetorkan sesuai jadwal basiba Kota Bogor, namun belum dilakukan karena memang belum banyak.
Untuk berkebun, masih melanjutkan pemeliharaan semoga bisa berhasil sampai panen. So far, anak-anak berpartisipasi dalam menyiram dan mengamati untuk tadabbur. Oia, ada juga kabar dukanya: qodarullahu pare muda yang mulai tumbuh mati kepanasan. Bocah dan emak jd dapat pengalaman baru bahwa pare balita tidak ditaruh di tempat yg panas. Selain praktek berkebun, kami juga membaca buku terkait dengan sub judul taman dalam islam. MasyaaAllah,.bagus. Banyak insight yang baru diketahui.
*Pemahaman baru: insight dari mentor
Dari sesi sharing dengan mba mentor, saya jadi mendapat "pencerahan" terkait sumberdaya.
1. Idealnya memang "menuju sustainable living" merupakan misi keluarga sehingga punya partner untuk berkolaborasi. Namun, ketika belum 'ideal' dan belum punya partner ya lakukan sebisanya saja.
2. Sampah anorganik yang dipilah (untuk disetor ke basiba sesuai jadwal) sebaiknya ditempatkan di tempat yang aman. Sampah plastik bisa diolah menjadi ecobrick maupun pavin block. Ada komunitas yang mengolah ini, mungkin bisa jadi alternatif dikirim ke sana. Untuk sampah organik bisa diolah dengan menggunakan biopori dan komposter. Terkait saran ini, saya masih mencoba mempelajari karena memang harus diskusi sama suami. Selama ini, untuk sisa makanan "daging" minta bantuan si meong (kucing jalanan) yang suka lewat rumah. Sisa selain daging (kerak nasi/ campur potongan sayur sisa masak) biasanya diberikan ke markas unggas punya tetangga (ayam, bebek).
3. Menuju sustainable living dan zero waste memang sebaiknya bertahap, realistis dan nggak ngoyo.
4. Setiap orang punya tantangan masing-masing. Dalam melewati ini, "jangan banyak alasan". Orang lain bisa, insyaAllah kita bisa. Mba sinta kemarin cerita tentang effort temannya yang sekarang jadi pembicara dan praktisi zero waste. Saya pun jadi ikut kepoin mba @weddewi. Ahh, iya juga sih, success story merupakan salah satu cara efektif untuk meningkatkan semangat. Berkomunitas dan berjejaring dengan orang yang se-misi itu jadi mood booster juga ya. So, semangatttt!!!!
Alhamdulillah, jazaakillah khoyr mba mentor!
Komentar
Posting Komentar