_Hasil Diskusi Fitrah Seksualitas_
_Institut Ibu Profesional_
_Kelas Bunda Sayang Level #11_
_Kelompok 1_
*FITRAH SEKSUALITAS*
*Tantangan yang Berkaitan dengan Gender Saat ini*
Tantangan yang berkaitan dengan gender, dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni tantangan dari internal keluarga inti dan dari eksternal.
_1. Tantangan Internal_
a. Ayah/ibu atau suami/istri harus bersikap, berpikir, bertindak dan berperan sesuai dengan gendernya.
b. Setiap anak harus diasuh, dididik dan dibesarkan sesuai dengan fitrah, tahapan perkembangan dan gendernya.
c. Setiap keluarga harus kokoh dan dibentengi oleh norma agama dan aturan yang berlaku sehingga terhindar dari penyimpangan gender.
_2. Tantangan Eksternal_
a. Lingkungan sekitar tempat tinggal/pergaulan yang tidak sesuai dengan visi misi pengasuhan, bahkan parahnya terpapar LGBT
b. Propaganda dari berbagai oknum dan media yang kian gencar menyebarkan LGBT+ dengan dalih HAM
*Apa Itu Fitrah Seksualitas?*
Menurut Santosa (2016), setiap anak dilahirkan dengan jenis kelamin lelaki dan perempuan. Bagi manusia, jenis kelamin ini akan berkembang menjadi peran seksualitasnya. Bagi anak perempuan akan menjadi peran keperempuanan dan keibuan. Bagi anak lelaki menjadi peran kelelakian dan keayahan.
Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa, bersikap sesuai dengan gendernya. Fitrah seksualitas keperempuanan adalah bagaimana seorang perempuan itu berfikir, bertindak, bersikap, berpakaian dll sebagai seorang perempuan. Fitrah seksualitas kelelakian adalah bagaimana seseorang lelaki itu berfikir, bertindak, bersikap, berpakaian dll sebagai seorang lelaki.
Dalam hal ini, tentunya pengembangan fitrah seksualitas mengacu pada pedoman agama yang dianut oleh individu atau sebuah keluarga.
Pendidikan fitrah seksualitas dimulai sejak bayi lahir hingga Aqil baligh. Penumbuhan fitrah seksualitas anak banyak tergantung pada kehadiran peran dan kedekatan ayah dan bunda.
*Seberapa Pentingkah Fitrah Seksualitas?*
1. Allah subhanahu wa ta'ala berkuasa menciptakan gender laki-laki dan perempuan, dimana masing-masing memiliki perbedaan fisik, sifat, karakter, pola pikir yang semuanya memiliki hikmah untuk menjalankan perannya sebagai khalifah di muka bumi ini.
2. Setiap orang tua yang diamanahi anak bertanggungjawab dalam hal menumbuhkembangkan fitrah seksualitas anak mereka sesuai dengan tuntunan perintah Allah agar terhindar dari perbuatan yang dilarang agama.
3. Anak memiliki hak untuk tumbuh menjadi manusia seutuhnya (sesuai dengan fitrah gendernya) agar dapat menjalankan peran khalifah/misi hidupnya secara optimal.
4. Jika fitrah seksualitas tidak berkembang dengan baik, dikhawatirkan akan menjadi masalah yang harus "dibayar" ketika dewasa kelak. Berdasarkan hasil riset, anak-anak yang tidak mendapatkan peran orangtua (karena perang, bencana alam, perceraian, dll) akan mengalami gangguan kejiwaan, masalah sosial dan seksualitas saat dewasa. LGBT adalah perilaku yang diakibatkan salah asuh (psycho genic) dan salah budaya atau lifestyle (socio genic).
*Solusi Untuk Tantangan Fitrah Seksualitas*
1. Didiklah anak sesuai dengan tuntunan agama, kuatkan kelekatan ayah dan ibu untuk menumbuhkan fitrah seksualitas gendernya.
2. Peduli terhadap lingkungan, edukasilah sesuai kemampuan.
*Sumber Referensi*
Santosa, Harry. _Fitrah Based Education Version 2.5_. Yayasan Mutiara Timur. Desember 30, 2016.
Hasil Diskusi:
1⃣Pertanyaan:
Untuk kasus orang tua yg LDR, suami hanya pulang 3 bulan sekali, bagaimana agar anak tetap mendapatkan pendidikan seksualitas dari ayahnya?
Jawaban:
1. Senantiasa menjadikan ayah sebagai pengambil keputusan utama untuk setiap keputusan besar berkaitan dengan anak.
2. Membuat agenda "private time" / "a day with father" dimana si anak menghabiskan waktu berdua dengan ayahnya. Jika ada lebih dr satu anak, bergantian jadwalnya
3. Memanfaatkan teknologi untuk tetap bisa berkomunikasi selama LDR, misal video call, instant message, dll
4. Meluangkan waktu untuk mengurus anak-anak dengan tangannya
5. Ayah secara langsung mengawasi dan mengevaluasi pencapaian pendidikan Sholat dan Al Qur'an anak-anak
6. Ortu mengikatkan hati lewat tazkiyatunnafs dan doa agar Allah sebaik-baik penjaga
7. Memunculkan sosok ayah dari kakek, paman, guru sekolahnya atau guru mengajinya, imam Mushola dll
Secara teori dan konsep memang kehadiran ayah dan ibu adalah yang paling *ideal*. Namun demikian memang ada kondisi tertentu, dimana figur ayah tidak hadir tapi anak masih bisa tumbuh menjadi orang besar. Adapun kuncinya, memang *keshalihan orang tua* (bagaimana orang tua menjaga hubungan dengan Allah dan tazkiyatunnafs). Hal ini diteladankan oleh ibunda Siti Hajar yang ditinggal nabi Nabi Ibrahim as namun Nabi Ismail as tetap tumbuh jadi anak shalih. Demikian jg teladan ibunda ulama besar Rabi'ah bin Abi 'Abdirrahman yang ditinggal suaminya ikut perang di masa Bani Umayyah serta ibunda para ulama lainnya..
Wallahu'alam bi shawwab
✅
2⃣Pertanyaan:
Bagaimana realnya cara mendekatkan anak lebih ke ibu atau ke ayah pada usia 7-10 dan 11-14 dimana kehadiran ayah dan ibu sama setiap harinya.. seperti yang ada dalam kurikulum dijelaskan untuk mendekatkan ke salah satu gender sesuai usia.
Kehadiran ortu sm setiap harinya memang harus semestinya tapi disini lebih kepada kelekatan,, bisa diciptakan "private time" dengan anak selain itu
Jawaban:
Berikut jawaban yang kami rangkum dari *Fitrah Based Education V2.5* yaa:
*Usia 7-10 tahun*
Untuk usia 7-10 tahun, anak laki-laki:
1. sudah dibiasakan shalat berjamaah di masjid bersama ayah
2. ikut dalam peran sosial dengan ayahh, misal berinteraksi dengan bapak2 di RT (seperti rasulullah Saw usia 8 tahun juga sudah diajak sang kakek di majlis pembesar Quraisy)
3. Ayah menjelaskan tata cara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi laki2 (termasuk beda mani, madzi, Wadi)
Sedangkan anak perempuan usia 7-10th, kedekatan dengan ibunya terkait belajar peran merawat dan melayani, misalnya bisa dimulai dari:
1. menyiapkan masakan untuk keluarga,
2. membuatkan minuman saat ayah pulang kerja,
3. beberes merapihkan rumah,
4. Ibu menjelaskan terkait konsekuensi adanya rahim dan sel telur (mungkin termasuk peristiwa haid tiap bulan)
*Usia 10-14 tahun*
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki di masa balighnya yang tertarik dengan lawan jenis memahami empati, bagaimana lawan jenis harus diperhatikan, dipahami, diperlakukan dari kacamata perempuan. Intinya, ibu harus jadi sosok perempuan ideal pertama, sekaligus tempat curhat baginya. Tanpa kedekatan dengan ibu pada tahapan ini, anak lelaki tidak akan pernah memahami perasaan, pikiran dan penyikapan terhadap perempuan dan istrinya kelak. Tanpa peran ibu, anak lelaki akan tumbuh menjadi lelaki dewasa atau suami yang kasar, egois.
Kalau dari kami, contoh realnya sih mungkin ibu bisa jadi teman ngobrol yang seru, bisa juga melibatkan anak lelaki dalam meminta pendapat terkait sesuatu keputusan/masalah.
Nah, untuk anak perempuan harapannya didekatkan pada ayah agar di masa balighnya yang mengenal ketertarikan pada lawan jenisnya, memahami secara empati langsung bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki. Ayah harus jadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhatnya. Tanpa kedekatan dengan ayah pada tahapan ini, anak perempuan berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki lain yang dianggap dapat menggantikan sosok ayah yang hilang di masa lalu.
Kalau dari kami, ayah bisa berperan dalam jadi teman curhat terkait lawan jenis, mengetahui aktivitas putrinya bergaul sama siapa, tidak memberikan izin bepergian putrinya tanpa mahram, bisa memberikan masukan jika ada pergaulan yang keliru, dsb..
Wallahu'alam bi shawwab
✅
3⃣Pertanyaan:
Bagaimana dan kapan waktu yang tepat menyampaikan tanda baligh pada anak anak 🙏🏻
Jawaban:
Pertama, bagaimana dan kapan waktu yang tepat sebenarnya tergantung bagaimana dan kapan *kesiapan ilmu* dari orang dahulu yang paling utama, baik itu ilmu syar'i (dari tinjauan agama), informasi akurat serta kesiapan mental orang tua.
Kedua, mengamati kesiapan, situasi, kondisi dan perkembangan anak. Kalau misalnya anak perempuannya di usia 8 tahun sudah haid, maka harus segera di"sounding" terkait konsekuensi sel telur, fungsi rahim, tata cara mandi wajib..
Atau di usia 9 tahun, anak curhat kalau temannya mimpi basah. Orang tua perlu memberikan informasi yang shahih terkait ini.
Kalau di buku *Fitrah Based Education v2.5*, di usia 7-10 tahun sudah dipersiapkan..
InsyaAllah orang tua lebih tahu "golden Time", bisa dari: pengamatan, komunikasi memanfaatkan situasi seperti anak bertanya, curhat dari teman atau lihat berita, dll.
Wallahu'alam bi shawwab
✅
4⃣Pertanyaan:
Sejak usia brp anak2 perlu benar2 dipahamkan tentang gender dirinya? Bagaimana menjelaskan tentang lgbt kpd anak2 dengan bahasa yg mudah mreka pahami? Dan menekankan kpd mreka bhwa itu tndakan menyimpang dan jangan sekali2 mengikutiny?
Jawab:
Dari beberapa referensi yang dibaca, umumnya anak sudah harus mengetahui dia perempuan atau laki-laki secara tegas di usia 3-6 tahun. Terkait ciri, cara bersikap, berpakaian, tata cara ibadah sesuai jenis kelamin tentunya sudah mulai dikenali dan dipahami anak.
Terkait penyampaian LGBT, memang kembali kesiapan ilmu dari orang tua, kondisi anak (perkembangan, usia, kemampuan nalar anak, dsb). Kalau kami pribadi lebih menyarankan bisa dengan berkisah, seperti kisah Nabi Luth as dan kaum Sodom yang diadzab, penciptaan nabi Adam as dan Hawa, kisah teladan lainnya. Aktifitas lainnya bisa dengan tadabbur Quran atau kajian terkait ini dalam halaqoh keluarga.
Wallahu'alam bi shawwab
✅
_Institut Ibu Profesional_
_Kelas Bunda Sayang Level #11_
_Kelompok 1_
*FITRAH SEKSUALITAS*
*Tantangan yang Berkaitan dengan Gender Saat ini*
Tantangan yang berkaitan dengan gender, dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni tantangan dari internal keluarga inti dan dari eksternal.
_1. Tantangan Internal_
a. Ayah/ibu atau suami/istri harus bersikap, berpikir, bertindak dan berperan sesuai dengan gendernya.
b. Setiap anak harus diasuh, dididik dan dibesarkan sesuai dengan fitrah, tahapan perkembangan dan gendernya.
c. Setiap keluarga harus kokoh dan dibentengi oleh norma agama dan aturan yang berlaku sehingga terhindar dari penyimpangan gender.
_2. Tantangan Eksternal_
a. Lingkungan sekitar tempat tinggal/pergaulan yang tidak sesuai dengan visi misi pengasuhan, bahkan parahnya terpapar LGBT
b. Propaganda dari berbagai oknum dan media yang kian gencar menyebarkan LGBT+ dengan dalih HAM
*Apa Itu Fitrah Seksualitas?*
Menurut Santosa (2016), setiap anak dilahirkan dengan jenis kelamin lelaki dan perempuan. Bagi manusia, jenis kelamin ini akan berkembang menjadi peran seksualitasnya. Bagi anak perempuan akan menjadi peran keperempuanan dan keibuan. Bagi anak lelaki menjadi peran kelelakian dan keayahan.
Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa, bersikap sesuai dengan gendernya. Fitrah seksualitas keperempuanan adalah bagaimana seorang perempuan itu berfikir, bertindak, bersikap, berpakaian dll sebagai seorang perempuan. Fitrah seksualitas kelelakian adalah bagaimana seseorang lelaki itu berfikir, bertindak, bersikap, berpakaian dll sebagai seorang lelaki.
Dalam hal ini, tentunya pengembangan fitrah seksualitas mengacu pada pedoman agama yang dianut oleh individu atau sebuah keluarga.
Pendidikan fitrah seksualitas dimulai sejak bayi lahir hingga Aqil baligh. Penumbuhan fitrah seksualitas anak banyak tergantung pada kehadiran peran dan kedekatan ayah dan bunda.
*Seberapa Pentingkah Fitrah Seksualitas?*
1. Allah subhanahu wa ta'ala berkuasa menciptakan gender laki-laki dan perempuan, dimana masing-masing memiliki perbedaan fisik, sifat, karakter, pola pikir yang semuanya memiliki hikmah untuk menjalankan perannya sebagai khalifah di muka bumi ini.
2. Setiap orang tua yang diamanahi anak bertanggungjawab dalam hal menumbuhkembangkan fitrah seksualitas anak mereka sesuai dengan tuntunan perintah Allah agar terhindar dari perbuatan yang dilarang agama.
3. Anak memiliki hak untuk tumbuh menjadi manusia seutuhnya (sesuai dengan fitrah gendernya) agar dapat menjalankan peran khalifah/misi hidupnya secara optimal.
4. Jika fitrah seksualitas tidak berkembang dengan baik, dikhawatirkan akan menjadi masalah yang harus "dibayar" ketika dewasa kelak. Berdasarkan hasil riset, anak-anak yang tidak mendapatkan peran orangtua (karena perang, bencana alam, perceraian, dll) akan mengalami gangguan kejiwaan, masalah sosial dan seksualitas saat dewasa. LGBT adalah perilaku yang diakibatkan salah asuh (psycho genic) dan salah budaya atau lifestyle (socio genic).
*Solusi Untuk Tantangan Fitrah Seksualitas*
1. Didiklah anak sesuai dengan tuntunan agama, kuatkan kelekatan ayah dan ibu untuk menumbuhkan fitrah seksualitas gendernya.
2. Peduli terhadap lingkungan, edukasilah sesuai kemampuan.
*Sumber Referensi*
Santosa, Harry. _Fitrah Based Education Version 2.5_. Yayasan Mutiara Timur. Desember 30, 2016.
Hasil Diskusi:
1⃣Pertanyaan:
Untuk kasus orang tua yg LDR, suami hanya pulang 3 bulan sekali, bagaimana agar anak tetap mendapatkan pendidikan seksualitas dari ayahnya?
Jawaban:
1. Senantiasa menjadikan ayah sebagai pengambil keputusan utama untuk setiap keputusan besar berkaitan dengan anak.
2. Membuat agenda "private time" / "a day with father" dimana si anak menghabiskan waktu berdua dengan ayahnya. Jika ada lebih dr satu anak, bergantian jadwalnya
3. Memanfaatkan teknologi untuk tetap bisa berkomunikasi selama LDR, misal video call, instant message, dll
4. Meluangkan waktu untuk mengurus anak-anak dengan tangannya
5. Ayah secara langsung mengawasi dan mengevaluasi pencapaian pendidikan Sholat dan Al Qur'an anak-anak
6. Ortu mengikatkan hati lewat tazkiyatunnafs dan doa agar Allah sebaik-baik penjaga
7. Memunculkan sosok ayah dari kakek, paman, guru sekolahnya atau guru mengajinya, imam Mushola dll
Secara teori dan konsep memang kehadiran ayah dan ibu adalah yang paling *ideal*. Namun demikian memang ada kondisi tertentu, dimana figur ayah tidak hadir tapi anak masih bisa tumbuh menjadi orang besar. Adapun kuncinya, memang *keshalihan orang tua* (bagaimana orang tua menjaga hubungan dengan Allah dan tazkiyatunnafs). Hal ini diteladankan oleh ibunda Siti Hajar yang ditinggal nabi Nabi Ibrahim as namun Nabi Ismail as tetap tumbuh jadi anak shalih. Demikian jg teladan ibunda ulama besar Rabi'ah bin Abi 'Abdirrahman yang ditinggal suaminya ikut perang di masa Bani Umayyah serta ibunda para ulama lainnya..
Wallahu'alam bi shawwab
✅
2⃣Pertanyaan:
Bagaimana realnya cara mendekatkan anak lebih ke ibu atau ke ayah pada usia 7-10 dan 11-14 dimana kehadiran ayah dan ibu sama setiap harinya.. seperti yang ada dalam kurikulum dijelaskan untuk mendekatkan ke salah satu gender sesuai usia.
Kehadiran ortu sm setiap harinya memang harus semestinya tapi disini lebih kepada kelekatan,, bisa diciptakan "private time" dengan anak selain itu
Jawaban:
Berikut jawaban yang kami rangkum dari *Fitrah Based Education V2.5* yaa:
*Usia 7-10 tahun*
Untuk usia 7-10 tahun, anak laki-laki:
1. sudah dibiasakan shalat berjamaah di masjid bersama ayah
2. ikut dalam peran sosial dengan ayahh, misal berinteraksi dengan bapak2 di RT (seperti rasulullah Saw usia 8 tahun juga sudah diajak sang kakek di majlis pembesar Quraisy)
3. Ayah menjelaskan tata cara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi laki2 (termasuk beda mani, madzi, Wadi)
Sedangkan anak perempuan usia 7-10th, kedekatan dengan ibunya terkait belajar peran merawat dan melayani, misalnya bisa dimulai dari:
1. menyiapkan masakan untuk keluarga,
2. membuatkan minuman saat ayah pulang kerja,
3. beberes merapihkan rumah,
4. Ibu menjelaskan terkait konsekuensi adanya rahim dan sel telur (mungkin termasuk peristiwa haid tiap bulan)
*Usia 10-14 tahun*
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki di masa balighnya yang tertarik dengan lawan jenis memahami empati, bagaimana lawan jenis harus diperhatikan, dipahami, diperlakukan dari kacamata perempuan. Intinya, ibu harus jadi sosok perempuan ideal pertama, sekaligus tempat curhat baginya. Tanpa kedekatan dengan ibu pada tahapan ini, anak lelaki tidak akan pernah memahami perasaan, pikiran dan penyikapan terhadap perempuan dan istrinya kelak. Tanpa peran ibu, anak lelaki akan tumbuh menjadi lelaki dewasa atau suami yang kasar, egois.
Kalau dari kami, contoh realnya sih mungkin ibu bisa jadi teman ngobrol yang seru, bisa juga melibatkan anak lelaki dalam meminta pendapat terkait sesuatu keputusan/masalah.
Nah, untuk anak perempuan harapannya didekatkan pada ayah agar di masa balighnya yang mengenal ketertarikan pada lawan jenisnya, memahami secara empati langsung bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki. Ayah harus jadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhatnya. Tanpa kedekatan dengan ayah pada tahapan ini, anak perempuan berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki lain yang dianggap dapat menggantikan sosok ayah yang hilang di masa lalu.
Kalau dari kami, ayah bisa berperan dalam jadi teman curhat terkait lawan jenis, mengetahui aktivitas putrinya bergaul sama siapa, tidak memberikan izin bepergian putrinya tanpa mahram, bisa memberikan masukan jika ada pergaulan yang keliru, dsb..
Wallahu'alam bi shawwab
✅
3⃣Pertanyaan:
Bagaimana dan kapan waktu yang tepat menyampaikan tanda baligh pada anak anak 🙏🏻
Jawaban:
Pertama, bagaimana dan kapan waktu yang tepat sebenarnya tergantung bagaimana dan kapan *kesiapan ilmu* dari orang dahulu yang paling utama, baik itu ilmu syar'i (dari tinjauan agama), informasi akurat serta kesiapan mental orang tua.
Kedua, mengamati kesiapan, situasi, kondisi dan perkembangan anak. Kalau misalnya anak perempuannya di usia 8 tahun sudah haid, maka harus segera di"sounding" terkait konsekuensi sel telur, fungsi rahim, tata cara mandi wajib..
Atau di usia 9 tahun, anak curhat kalau temannya mimpi basah. Orang tua perlu memberikan informasi yang shahih terkait ini.
Kalau di buku *Fitrah Based Education v2.5*, di usia 7-10 tahun sudah dipersiapkan..
InsyaAllah orang tua lebih tahu "golden Time", bisa dari: pengamatan, komunikasi memanfaatkan situasi seperti anak bertanya, curhat dari teman atau lihat berita, dll.
Wallahu'alam bi shawwab
✅
4⃣Pertanyaan:
Sejak usia brp anak2 perlu benar2 dipahamkan tentang gender dirinya? Bagaimana menjelaskan tentang lgbt kpd anak2 dengan bahasa yg mudah mreka pahami? Dan menekankan kpd mreka bhwa itu tndakan menyimpang dan jangan sekali2 mengikutiny?
Jawab:
Dari beberapa referensi yang dibaca, umumnya anak sudah harus mengetahui dia perempuan atau laki-laki secara tegas di usia 3-6 tahun. Terkait ciri, cara bersikap, berpakaian, tata cara ibadah sesuai jenis kelamin tentunya sudah mulai dikenali dan dipahami anak.
Terkait penyampaian LGBT, memang kembali kesiapan ilmu dari orang tua, kondisi anak (perkembangan, usia, kemampuan nalar anak, dsb). Kalau kami pribadi lebih menyarankan bisa dengan berkisah, seperti kisah Nabi Luth as dan kaum Sodom yang diadzab, penciptaan nabi Adam as dan Hawa, kisah teladan lainnya. Aktifitas lainnya bisa dengan tadabbur Quran atau kajian terkait ini dalam halaqoh keluarga.
Wallahu'alam bi shawwab
✅
Komentar
Posting Komentar