Review #8
Kelompok AYE (Mba Anggie dan Mba Yelli in Eight) memaparkan cara mendidik fitrah seksualitas dengan penekanan aurat dan rasa malu pada anak melalui tema yang lebih khusus, yakni: toilet training pada usia pralatih.. Wahh, penting bingitss nih. Buat praktek nanti anak ketiga, insyaAllah..
A. Tahapan Melatih Toilet Training
Tahapan ini dibagi menjadi dua fase berikut.
1. Fase usia 0-2 tahun (saat menyusui)
Pada usia ini, orang tua menanamkan rasa malu dengan cara tidak mengumbar aurat bayi di sembarang tempat. Saat memandikan, mengganti baju, mengganti popok, mencebok bayi, diusahakan dalam ruang tertutup. Jika di tempat terbuka, tutuplah auratnya dari pandangan orang lain dengan selembar kain misalnya. Saat sang ibu menyusui bayi, maka hanya bayinya yang berhak untuk berinteraksi dan melihat aurat bagian atas ibunya. Kakak-kakak bayi yang sudah tidak dalam masa menyusu, sudah tidak berhak untuk melihat payudara bunda.
Prinsip pada masa ini: berusaha menutup aurat anak dan aurat diri.
2. Fase usia 2-6 tahun
Pada usia ini, anak (disebutnya anak, bukan bayi lagi) sudah tidak boleh melihat payudara. Anak juga sudah mulai diberikan pemahaman tentang menutup aurat mugholadzoh (aurat berat), yakni qubul dan dubul. Dari sudut pandang psikologi, usia 1,5 – 3 tahun adalah fase anal dan dilanjut dengan fase uretral. Hal ini ditandai dengan matangnya syaraf otot sfingter anus, sehingga anak mulai belajar mengatur berak dan nantinya pipis (toilet training). Pada fase ini, terkadang anak bisa memegang-megang alat kelaminnya. Untuk mengalihkan tangan anak, upayakan melakukan aktivitas lain yang lebih manfaat seperti melipat kertas, memainkan tali dan mainan lain yang akan menyibukkan dan melatih tangannya. Pada saat yang tepat, beri pengertian untuk untuk tidak banyak menyentuh alat kelaminnya kecuali ada keperluan seperti mau pipis, atau ada keluhan sakit. Ketika anak bertanya mengapa alat kelamin tidak boleh memainkannya, orang tua dapat memberi tahu tentang norma sopan santun serta mana bagian tubuh yang wajar untuk dilihat dan dipegang. Hal ini merupakan upaya untuk mengatasi penyimpangan perilaku ketika dewasa kelak. Perilaku seperti onani dan masturbasi diduga bermula pada masa kanak-kanak karena ketidaksengajaan. Saat mereka merasakan nyaman dan nikmat dengan memainkan alat kelaminnya, maka membuat ketagihan bahkan bisa berlanjut hingga saat dewasa.
Toilet training memasuki saat yang penting untuk tuntas pada fase 2-6 tahun. Anak perlu belajar mengontrol kapan ia harus BAB dan BAK. Selain itu, hal yang penting yang diajarkan adalah anak harus tahu dimana dan dengan siapa ia harus meminta tolong melakukan toilet training. Orang tua dapat memberikan list siapa saja orang yang boleh menolongnya. Semua larangan yang berlaku pada masa bayi, terus berlaku pada masa ini, seperti menutup aurat orang tua dan anak.
B. Tanda Kesiapan Anak dan Metode Toilet Training
Sebelum memulai toilet training, orang tua sebaiknya memperhatikan tanda kesiapan anak terlebih dahulu. Setelah itu, baru menentukan tahapan atau metode yang sesuai (hehehe.. ini based on pengalaman pribadi juga lohhh). Tiap anak unik, beda tahapan usia kesiapan dan metode bisa jadi juga beda. Metode yang dapat diterapkan pada anak, antara lain dengan membiasakan ke kamar mandi, mengatur jadwal, memakai cara seru (misalkan dengan potty training lucu). Namun, hal terpenting adalah konsisten dan mengapresiasi keberhasilan dengan pujian. Kalaupun mengompol sesekali itu merupakan bagian dari proses pembelajaran.
C. Kesalahan Orang Tua dan Tips Keberhasilan Toilet Training
Setiap ketidakberhasilan hari dalam toilet training sebaiknya dievaluasi. Bisa jadi, mungkin terdapat kekeliruan orang tua dalam menerapkan toilet training. Beberapa poin kesalahan orang tua berikut tips dapat dilihat dari gambar berikut.
Jujur, pada bahasan kali ini, Bai sebenarnya penasaran dengan "tatur" sejak bayi lahir (kali aja yang ketiga bisa hemat clodi dan pospak yaks.. #modus). Berkaca pada kearifan lokal jaman baheula.. luar biasa ya apa kabar jemuran masa tersebut?!?
Nahhh, berdasarkan hasil diskusi hari ini, tatur itu butuh kesiapan mental ibu pasca lahiran dan tentunya lihat kondisi bayi. Kalau menurut Bai sih plus tim sukses juga kali yaaa.. Kalau ibunya fokus menyusui, ayahnya yang tatur mungkin bisa memudahkan. Tapi, apa kabar dengan anak lainnya yaks? :P
Nah, berikut link artikel dari tim AYE yang bisa disimak:
http://lifestyle.kompas.com/read/2012/07/23/13593240/Bahaya.Terlalu.Dini.Ajarkan.Anak.Toilet.Training.
(Heuheu.. tantangan super buat anak yang ketiga, InsyaAllah)
Sstttt..oiyaaa.. materi hari ini juga bikin nostalgia suka duka masa dua bocah heboh dengan toilet training. Based on my experience, intinya sih, ketika melewati tahapan proses ini:
1. Kuatkan dengan doa dan ilmu (hayooo.. buka lagi fiqh thoharoh). Yap, melatih toilet training itu ya merupakan ibadah loh!
2. Kuatkan tekad, komitmen serta komunikasi bersama suami dan orang2 serumah karena sepekan pertama akan melelahkan jiwa, fisik, energi dan menguras "kesabaran"
3. Jangan baper, jangan baper, jangan baper! Terus semangat mengevaluasi metode..
4. Rutinkan sounding (ulang-ulang, lagi dan lagi) serta berikan kepercayaan akan kemampuan anak insyaAllah bisa lulus toilet training.. (back to komprod sama bocah)
5. Sering-sering beri apresiasi (hihihi.. bocah seneng bin sumringah loh kalau mereka berhasil dan diapresiasi)
6. KONSISTEN 30 hari pertama
Ahhh, curcol jadi panjang. Sekian review hari ini :)
***Notes***
Link media edukasi: bit.ly/Kelompok8BunsayAYE
Komentar
Posting Komentar